Dinamika ekonomi dan ketidakpastian global berdampak pada perekonomian banyak negara termasuk Indonesia. Kondisi ini dapat, baik secara langsung/tidak langsung mempengaruhi dan memberikan dampak pada perekonomian nasional dan regional Sulawesi Utara. Kondisi geopolitik yang meningkat menyebabkan harga beberapa komoditas meningkat, termasuk energi dan pangan sehingga mempengaruhi tingkat inflasi, Nilai Tukar Petani (NTP), Nilai Tukar Nelayan (NTN) dan juga Neraca Ekspor Impor. Untuk tingkat inflasi, secara year on year Indonesia mengalami inflasi sebesar 5,42%.
Sejalan di Sulawesi Utara, Manado dan Kotamobagu juga mengalami inflasi, yaitu 4,3% dan 6,1%. Selain itu, Nilai Tukar Petani (NTP) di Sulawesi Utara pada bulan November 2022 turun 0,73 persen dan menjadi 105,10 dibandingkan dengan bulan Oktober yang masih 105,88. NTP Sulawesi Utara lebih rendah daripada Nasional yang senilai 107,81 yang mengalami kenaikan dibanding bulan sebelumnya. Untuk Nilai Tukar Nelayan (NTN), di Sulawesi Utara pada bulan November 2022 turun 0,68 persen dan menjadi 109,81 dibandingkan dengan bulan Oktober yang masih 110,56. NTN Sulawesi Utara masih lebih tinggi daripada Nasional yang senilai 104,90. Sedangkan untuk angka sementara Neraca (Ekspor Impor) di Sulawesi Utara pada November 2022 berada di 44,56 Juta USD dan menunjukkan penurunan dari bulan Oktober.
![]() |
![]() |
Dari sisi Pemerintah, kondisi tidak stabil yang disebabkan oleh pandemi dan geopolitik direspon melalui kebijakan yang didanai oleh APBN dan APBD. Dalam pelaksanaan APBN, Pendapatan yang telah terealisasi adalah senilai Rp. 4,5T atau sekitar 98,92% dari pagu yang telah ditetapkan. Dari sisi Belanja, telah terealisasi sebesar 86,90% dari pagu, dengan nilai sebesar Rp. 19,82T. Dana Transfer ke Daerah, Belanja Pegawai dan dan Belanja barang menjadi komponen belanja terbesar yang ada. Khusus untuk Belanja TKDD, merupakan salah satu bentuk dukungan Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah yang menjadi pendapatan TKD di APBD. Pada bulan November ini, APBN di Sulawesi Utara telah defisit sebesar Rp. 15,27T.
Dari sisi pelaksanaan APBD, Pendapatan daerah telah terealisasi senilai Rp. 14,68T atau sekitar 87,14% dari pagu yang telah ditetapkan, dengan Komponen TKDD menempati proporsi yang cukup besar dibandingkan PAD yang ada. Hal ini tentu harus menjadi perhatian setiap pemda untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada sehingga bisa meningkatkan PADnya. Dari sisi Belanja, Belanja pegawai masih mendominasi komponen belanja, dari realisasi sebesar Rp. 12,42T, Belanja pegawai menempati posisi terbesar senilai Rp. 5,3T diikuti belanja barang Rp. 3,1T dan Belanja Modal Rp. 2,1T sehingga APBD Konsolidasi Regional Sulut, menghasilkan SiLPA sebesar Rp. 3,16T.
APBN dan APBD yang telah ditetapkan oleh Pemerintah tentunya harus benar-benar digunakan dengan sebaik-baiknya dan memberikan manfaat yang seluas-luasnya untuk kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator dalam mengukur kesejahteraan masyarakat adalah tingkat kemiskinan. Berdasarkan data Susenas Maret 2022, persentase penduduk miskin di Sulawesi Utara berada di 7,28% atau sebanyak 185 ribu orang. Angka tersebut masih di bawah persentase penduduk miskin nasional dan paling rendah dibandingkan provinsi lain di Pulau Sulawesi. Persentase Penduduk Miskin Ekstrem di Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2022 adalah sebesar 1,03%. Angka tersebut mengalami penurunan dari tahun 2021 yang berada pada 1,87%. Dalam penanggulangan kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara, Pemerintah melalui Transfer Ke Daerah dan Dana Desa telah menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada 122.980 KPM di 1.507 Desa sebesar Rp. 442,73 Miliar. Pada APBD, Pemerintah Daerah telah menganggarkan Rp. 1.205,04 Miliar melalui 4 Strategi dan 33 Program yang tersusun dalam Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah (RKPD) Provinsi Sulawesi Utara.
Selain kemiskinan, status gizi juga menjadi indikator dalam kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2021, prevalensi stunting di Sulawesi Utara berada di angka 21,6. Dalam periode waktu 2018-2021 prevalensi stunting di Provinsi Sulawesi Utara mengalami penurunan yang signifikan, yaitu sebesar 9,8%. Kabupaten/Kota dengan prevalensi stunting tertinggi adalah Kab. Bolaang Mongondow Selatan dengan prevalensi sebesar 37,4%. Pemerintah memberikan bantuan berupa DAK Fisik melalui program penguatan percepatan penurunan stunting sebesar Rp. 19,92 Miliar untuk Provinsi Sulawesi Utara. Dalam APBD, Pemerintah Daerah telah mengalokasikan Rp. 8,46 Miliar melalui Alokasi Intervensi Gizi Spesifik Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara Di Masa Hamil, Nifas Dan Bayi.
Terpenuhinya kebutuhan pangan menjadi salah satu indikator yang menggambarkan kesejahteraan masyarakat. Secara tren, Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan di Sulawesi Utara berada di angka 6,91 yang mengalami peningkatan dari tahun 2019. Angka tersebut masih di bawah Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan tingkat Nasional. Dari Indeks Ketahanan Pangan Provinsi 2021, Sulawesi Utara berada di peringkat 9 dari 34 Provinsi di Indonesia. Alokasi dari APBN untuk program ketahanan pangan adalah sebesar Rp. 269,79 M dengan rincian Rp. 39,59 M dari anggaran Kementerian/Lembaga dan Rp. 230,2 M dari DAK Fisik dan Dana Desa.
Untuk melaksanakan kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah, dibutuhkan dana yang berasal dari APBN. Sumber pendapatan terbesar APBN adalah dari penerimaan pajak. Direktorat Jenderal Pajak mencatatkan realisasi penerimaan pajak di Sulawesi Utara sampai dengan akhir November 2022 adalah sebesar Rp. 3,33T. Sedangkan untuk penerimaan di bulan November adalah sebesar Rp. 340,56M, melebihi Rp. 109,23M dari target atau lebih besar 47,22%. Penerimaan pajak di Sulawesi Utara pada bulan November 2022 mengalami Pertumbuhan (YoY) sebesar -3,1%. PPN mengalami pertumbuhan YoY sebesar 18,32% dan secara m-to-m mengalami pertumbuhan sebesar 32,62%.
Selain penerimaan Perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak meluncurkan program NIK sebagai NPWP. Program ini sesuai dengan PMK 112/PMK.03/2022 yang selaras dengan UU HPP. Masa transisi untuk penerapan secara penuh NIK sebagai NPWP, atau wajib pajak masih dapat menggunakan NPWP lama di layanan administrasi yang belum mengakomodir sampai dengan 31 Desember 2023. Berdasarkan data Validasi NIK Sebagai NPWP per tanggal 13 Desember 2022 diketahui Wajib Pajak Orang Pribadi WNI di Provinsi Sulawesi Utara yang telah melakukan Validasi NIK sebagai NPWP berjumlah 231.833 wajib pajak atau sebesar 32.68% dari total Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi WNI di Provinsi Sulawesi Utara sebanyak 709.424 wajib pajak..
Selain dari penerimaan pajak, pendapatan APBN yang lain adalah dari bea dan cukai. Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sulawesi Bagian Utara menyampaikan bahwa sampai dengan bulan November, pendapatan bea dan cukai telah terealisasi sebesar Rp. 115,2M. Penerimaan tertinggi di bulan November berada di Cukai sebesar Rp. 1,48M, diikuti Bea Masuk sebesar Rp. 1,08M, dan Bea Keluar sebesar Rp. 196 Juta. Penurunan Penerimaan Bea Keluar dikarenakan Komoditas CPO dan Produk Turunannya yang diekspor pada Bulan November memiliki jenis yang berbeda dengan Komoditas CPO di Bulan Oktober, yang mana Komoditas CPO di Bulan November memiliki Nilai Devisa dan Tonase yang lebih kecil.
Selain dari Pajak dan Bea Cukai, Pendapatan APBN lain juga dibentuk dari PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara mencatat realisasi penerimaan PNBP sampai November 2022 adalah sebesar Rp. 277,57M dengan penerimaan di bulan November sebesar Rp. 277,57M. Nilai ini lebih besar dari yang diperkirakan dengan selisih Rp. 188,76M. Penerimaan PNBP di Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari Pendapatan BLU sebesar Rp. 743,26M dan PNBP lainnya sebesar Rp. 363,37M. Selain itu, Realisasi PNBP BMN sampai dengan November 2022 adalah sebesar Rp. 8,88M. Sedangkan untuk capaian PNBP Lelang sampai dengan Oktober 2022 adalah sebesar Rp. 9,12M.
![]() |
![]() |
Selain dari sisi Pendapatan, yang harus diperhatikan dari pelaksanaan APBN adalah Belanja. Direktorat Jenderal Perbendaharaan mencatat adanya peningkatan dari realisasi Belanja Pegawai sebesar 3,4% dari tahun 2021. Sedangkan untuk realisasi Belanja Barang mengalami penurunan sebesar -0,7%. Belanja Modal juga mengalami penurunan sebesar -31,9% dari tahun 2021. Untuk Transfer Ke Daerah, sampai dengan akhir November, penyaluran TKD dari APBN telah mencapai 83,41% dari pagu, dengan nilai Rp. 12,38T. DAU menempati porsi terbesar pada realisasi TKD Sulawesi Utara senilai Rp. 7,7T, disusul DAK Non Fisik Rp. 1,6T dan Dana Desa Rp. 991M.
Setelah dari sisi APBN, yang menopang keuangan daerah untuk melaksanakan kebijakannya adalah melalui APBD. Direktorat Jenderal Perbendaharaan mencatatkan bahwa pendapatan APBD telah mencapai 87,14% atau sebesar Rp. 14,69T, sedangkan untuk Belanjanya telah mencapai 65,77% atau Rp. 12,42T. Sedangkan untuk Proporsi Pendapatan TKDD telah mencapai sebesar 84,28% terhadap total pendapatan daerah, sedangkan PAD sebesar 13,42%. Untuk Belanja telah terealisasi Rp. 12,42T dengan proporsi Belanja Pegawai mendominasi sebesar 42,52%, disusul Belanja Barang 25,39% dan Belanja Modal 16,70% sehingga terbentuk SiLPA sebesar Rp. 3,15T.
Dalam rangka menyebarkan current issue pada masyarakat luas, Balai Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BDK) Manado pada bulan November 2022 memberikan program agenda setting Kemenkeu berupa Kinerja Positif APBN, Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2022, Dampak positif dari pelaksanaan Presidensi G20 Indonesia, dan Presidensi Indonesia telah berhasil mengesahkan G20 Bali Leaders Declaration.
Selain program agenda setting, sebagai upaya melaksanakan sosialisasi dan memberikan pemahaman kepada para ASN, Balai Diklat Keuangan Manado melaksanakan Seminar Digital Kemenkeu Corporate University Open Class (KCOC) dengan tema Strategi Pencapaian IKPA yang Optimal. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang benar tentang strategi pencapaian Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga kepada para pengelola keuangan dalam rangka mewujudkan belanja Kementerian Negara/Lembaga yang lebih berkualitas, lebih baik (spending better), dan sesuai dengan tata kelola yang baik (good governance).