Kinerja Ekonomi Provinsi Kalimantan Barat
Kerja keras APBN baik secara nasional maupun regional telah berhasil menjaga masyarakat dan perekonomian dan terbukti tangguh menghadapi berbagai guncangan dan ancaman ketidakpastian. Kinerja APBN 2022 mampu meredam gejolak ekonomi dan mendorong pemulihan ekonomi lebih cepat. Hal ini tercermin dari kinerja positif perekonomian Indonesia dan regional Kalbar yang melaju kuat di tengah turbulensi ekonomi global.
PDB nasional dan PDRB regional sudah melampaui level PDB dan PDRB prapandemi serta indikator-indikator ekonomi makro juga menunjukkan penguatan. PDRB suatu daerah merupakan salah satu alat ukur produktivitas yang mencerminkan seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu wilayah dalam satu tahun.
Pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Barat pada Triwulan IV-2022 mengindikasikan keberhasilan pemulihan ekonomi, yaitu tumbuh sebesar 5,01% (y-o-y), sama seperti angka pertumbuhan ekonomi Nasional. Secara kumulatif, ekonomi Kalbar Tahun 2022 dibanding 2021 mengalami pertumbuhan sebesar 5,07% (c-to-c), angka ini lebih tinggi dibandingkan regional Kalimantan dengan pertumbuhan sebesar 4,94%. Meningkatnya rata-rata produksi komoditas unggulan Triwulan IV-2022 dibandingkan dengan Triwulan III-2022 membuat ekonomi tumbuh 1,81% (q-to-q).
Laporan Perkembangan Inflasi Kalbar Februari 2023
Inflasi Kalbar secara year on year mengalami penurunan sebesar 5,43% sejalan dengan prakiraan Bank Indonesia. Inflasi volatile food cenderung rendah, sementara itu administered price atau biaya komoditi yang ditentukan oleh pemerintah pusat menjadi penyebab cukup tingginya angka inflasi Kalimantan Barat seperti angkutan udara, harga rokok, BBM, dan listrik. Upaya pemerintah melalui Kementerian Keuangan sebagai pengelola fiskal dan Bank Indonesia sebagai pemilik kewenangan moneter dalam mewaspadai lonjakan inflasi telah dilakukan.
Belanja bantuan sosial yang bersumber dari APBN telah dikucurkan sebanyak Rp34,1juta atau 0,32% dari dana yang dianggarkan. Di sisi moneter, suku bunga/BI-rate pun tidak bergerak pada besaran 5,75% per Februari 2023. Selain itu, upaya penanggulangan inflasi juga telah dilakukan oleh Organisasi Perangkat Desa (OPD) di Pemkot Pontianak seperti Disperindagkop yang mulai memetakan kebutuhan dan harga pangan di tengah masyarakat sehingga saat Ramadhan telah stabil. Hal itu bertujuan untuk memastikan ketersediaan pasokan bahan pokok dan agar tidak menahan barang.
Berbagai upaya lain yang dapat dilakukan, diantaranya mempercepat penyaluran belanja berupa belanja bantuan sosial, mendorong daerah-daerah yang kurang mampu menekan laju inflasi untuk segera mengintervensi, dan memonitor melalui TPID secara regular/mingguan (termasuk Bank Indonesia didalamnya) agar harga pangan terkendali terutama menyambut bulan Ramadhan.
Kinerja Fiskal (APBN-APBD) Kalbar
Realisasi pendapatan dalam APBN Regional Kalbar menunjukkan pencapaian sebesar Rp1.879,62 miliar atau sebesar 17,62%, yang didominasi oleh PPN dan PPh. Pada sisi belanja, realisasi s.d. 28 Februari 2023 sebesar Rp3.383,30 miliar atau sebesar 9,52%, terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp869,65 miliar dan Belanja Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp2.513,65 miliar. Dengan kondisi ini, maka untuk sementara terdapat defisit regional sebesar Rp 1.503,68 miliar. Pada realisasi APBD Kalbar sampai dengan 28 Februari 2023, pendapatan daerah menunjukkan pencapaian sebesar Rp2.104,71 miliar atau sebesar 8,10%. Pada sisi belanja, realisasi s.d. 28 Februari 2023 sebesar Rp1.286,42 miliar atau sebesar 4,78%. Dengan kondisi ini, maka terdapat surplus sebesar Rp818,30 miliar, serta dengan net pembiayaan daerah sebesar negatif Rp108,54 miliar dan SiLPA sebesar Rp709,75 miliar.
TKDD yang telah disalurkan kepada Provinsi Kalimantan Barat s.d Februari 2023 berdasarkan data pencatatan Pemda adalah sebesar Rp1.491,62 miliar atau 70,87% dari total pendapatan APBD, sementara data tercatat di OMSPAN adalah sebesar Rp2.513,65 miliar, dengan realisasi tertinggi pada pos Dana Alokasi Umum (DAU). Hal ini menunjukkan bahwa dukungan dana pusat melalui TKDD masih menjadi faktor dominan untuk pendanaan pada provinsi Kalimantan Barat.
Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Penyaluran Ultra Mikro (UMi)
Sampai dengan tanggal 28 Februari 2023, penyaluran KUR di Kalimantan Barat mencapai 80,74 miliar untuk 862 Debitur. Sama seperti tahun sebelumnya, penyaluran KUR terbesar terdapat di Kabupaten Kubu Raya dengan total penyaluran 17,92 miliar diikuti Kota Pontianak dengan penyaluran 14,99 miliar. Terdapat perubahan kebijakan yang cukup fundamental pada tahun 2023 ini, yaitu adanya penegasan pelaksanaan KUR plafon s.d. Rp100 juta tanpa agunan tambahan dan syarat calon penerima KUR tidak pernah menerima kredit investasi/modal kerja komersial.
Jumlah penyaluran pembiayaan Ultra Mikro (UMi) sampai dengan 28 Februari 2023 mencapai 2.194 debitur dengan total penyaluran sebesar Rp10,26 miliar. Kota Pontianak menjadi wilayah dengan jumlah debitur UMi paling banyak yaitu 414 debitur dengan total penyaluran sebesar Rp1,9 miliar diikuti oleh Kabupaten Sanggau, Kab. Kubu Raya, Kab. Ketapang, dan Kab. Sambas masing- masing sebesar Rp1,3 miliar. Sementara itu belum terdapat penyaluran di wilayah Kabupaten Melawi.
Peluang Investasi di Kalimantan Barat: Potensi Produksi Kakao di Kabupaten Sanggau
Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan di Kecamatan Entikong. Hingga tahun 2020 luas perkebunan kakao telah mencapai 1.548 Ha dengan total produksi 380 Ton kakao. Adapun peluang investasi yang dapat dilakukan adalah pengembangan areal perkebunan kakao dan pendirian industri pengolahan biji kakao. Selain itu, Pontianak adalah kota di Kalimantan Barat dengan sejuta warung kopi. Banyak sekali jumlah coffee shop/warung kopi di Pontianak, mulai dari warung kopi legendaris khas Pontianak sampai dengan coffeeshop dengan konsep kafe modern. Pertumbuhan jumlah warung kopi/coffee shop maupun UMKM lain di Kota Pontianak sangat pesat. Industri pengolahan kakao di kawasan perbatasan Entikong, Sanggau merupakan industri yang potensial untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan Kecamatan Entikong merupakan salah satu daerah penghasil kakao terbesar di Kabupaten Sanggau dan memiliki potensi pasar yang dicirikan dengan keberadaan industri pendukung, budaya masyarakat lokal dan jalur lintas batas negara antara Indonesia – Malaysia (Sarawak), sehingga terdapat pangsa pasar lokal dan luar negeri. Terlebih dengan adanya Pelabuhan Internasional Kijing maka peluang untuk ekspor kakao ke berbagai negara akan lebih besar.
Pembatasan Ekspor Bauksit pada Bulan Juni 2023 Dan Tren Harga CPO Pada Titik Terendah Membayangi Pendapatan Bea dan Cukai
Larangan ekspor bauksit mulai bulan Juni tahun 2023 diperkirakan akan berdampak pada capaian penerimaan negara pada sektor Bea Keluar yang dihimpun oleh Kanwil DJBC Kalbagbar, hal ini disebabkan: Cadangan bauksit Kalimantan Barat adalah sebesar 0,84 milyar ton atau setara dengan 66,77 % dari cadangan bauksit nasional. Terdapat 64 (enam puluh empat) perusahan pemegang IUP dan 8 (delapan) berstatus eksportir aktif.
Kegiatan ekspor bauksit tersebut pada tahun 2022 telah menyumbang penerimaan pada sektor Bea Keluar senilai 869 (delapan ratus enam puluh sembilan) milyar rupiah atau menyumbang 51% dari keseluruhan Bea Keluar pada Kanwil DJBC Kalbagbar. Adapun jumlah yang dieskpor sebesar 13 juta ton. Untuk tahun 2023 diperkirakan jumlah Bea Keluar yang diperoleh dari bauksit hanya senilai 342 (tiga ratus empat puluh dua) milyar rupiah. Angka tersebut diperoleh dari jumlah kuota ekspor bauksit selama Januari sd Mei 2023 yang dimiliki oleh PT Dinamika Sejahtera Mandiri dan PT Citra Mineral Investindo Tbk sebesar 6,3 juta ton.
Policy Responses Forum ALCo Regional Kalbar 2023
Manggapi isu yang berkembang serta dalam rangka peningkatan kualitas pelaksanaan anggaran di daerah, Kanwil DJPb Provinsi Kalimantan Barat melalui Rapat ALCo Regional Kalbar Periode Februari 2023 yang diselenggarakan Senin dan Selasa, 13-14 Maret 2023 lalu memberikan beberapa rekomendasi. Pertama, terkait pembatasan ekspor bauksit pada bulan Juni 2023 dan tren harga CPO pada titik terendah membayangi pendapatan Bea dan Cukai, pemerintah mendorong optimalisasi Pelabuhan Kijing sebagai sarana peningkatan ekspor. Selain itu diperlukan upaya percepatan penyelesaian smelter sebagai antisipasi pelarangan ekspor bauksit dan menyerap produksi bahan baku mentah (raw) bauksit. Kedua, terkait perkembangan inflasi di Kalbar, pemerintah mendorong daerah-daerah yang kurang mampu menekan laju inflasi untuk segera mengintervensi. Kebijakan inflasi terutama pada administered prices agar dilakukan pada momen musiman, misalnya lebaran. Hal ini bertujuan agar kenaikan inflasi lebih terkendali (tidak naik berkali-kali). Selain itu diperlukan penguatan sarana penyimpanan produk hasil panen (cold storage), optimalisasi DAK Fisik tematik Ketahanan Pangan, perluasan kerja sama antardaerah, pemanfaatan platform perdagangan digital, dan optimalisasi mekanisme stabilisator pasokan pangan bersama masyarakat dengan mendorong Gapoktan mandiri mengembangkan usaha dan mengelola cadangan pangan bagi anggota dan masyarakat di wilayahnya. Penguatan kapasitas sumber daya manusia juga diperlukan agar memiliki perspektif bersama sehingga dapat meningkatkan kualitas kebijakan pengendalian inflasi berdasarkan data-data valid dan update terkait potensi, kebutuhan dan jalur distribusi perdagangan bahan pangan pokok.